1.
Proto Melayu
Proto
Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari
Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di Pasifik. Mereka diperkirakan
datang dari Cina bagian selatan. Ras Melayu ini mempunyai ciri-ciri rambut
lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit. Dari Cina bagian
selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam, kemudian ke Kepulauan
Indonesia. Mereka itu mula-mula menempati pantaipantai Sumatera Utara,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Ras Proto Melayu membawa peradaban batu
di Kepulauan Indonesia. Ketika datang para imigran baru, yaitu Deutero Melayu
(Ras Melayu Muda). Mereka berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat baru
ke hutan-hutan sebagai tempat huniannya. Ras Proto Melayu itu pun kemudian
mendesak keberadaan penduduk asli. Kehidupan di dalam hutan-hutan menjadikan
mereka terisolasi dari dunia luar, sehingga memudarkan peradaban mereka.
Penduduk asli dan ras proto melayu itu pun kemudian melebur. Mereka itu kemudian
menjadi suku bangsa Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo. Kehidupan mereka yang
terisolasi itu menyebabkan ras Proto Melayu sedikit mendapat pengaruh dari
kebudayaan Hindu maupun Islam dikemudian hari. Para ras Proto Melayu itu kelak
mendapat pengaruh Kristen sejak mereka mengenal para penginjil yang masuk ke
wilayah mereka untuk memperkenalkan agama Kristen dan peradaban baru dalam
kehidupan mereka. Persebaran suku bangsa Dayak hingga ke Filipina Selatan,
Serawak, dan Malaka menunjukkan rute perpindahan mereka dari Kepulauan
Indonesia. Sementara suku bangsa Batak yang mengambil rute ke barat menyusuri
pantai-pantai Burma dan Malaka Barat. Beberapa kesamaan bahasa yang digunakan
oleh suku bangsa Karen di Burma banyak mengandung kemiripan dengan bahasa Batak.
2.
Deutero Melayu
Deutero
Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina bagian utara. Mereka membawa
budaya baru berupa perkakas dan senjata besi di Kepulauan Indonesia, atau
Kebudayaan Dongson. Mereka seringkali disebut juga dengan orang-orang Dongson.
Peradaban mereka lebih tinggi daripada rasa Proto Melayu. Mereka dapat membuat
perkakas dari perunggu. Peradaban mereka ditandai dengan keahlian mengerjakan
logam dengan sempurna. Perpindahan mereka ke Kepulauan Indonesia dapat dilihat
dari rute persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan di
Indonesia, yaitu berupa kapak persegi panjang. Peradaban ini dapat dijumpai di
Malaka, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara
Timur. Dalam bidang pengolahan tanah mereka mempunyai kemampuan untuk membuat
irigasi pada tanah-tanah pertanian yang berhasil mereka ciptakan, dengan
membabat hutan terlebih dahulu. Ras Deutero Melayu juga mempunyai peradaban
pelayaran lebih maju dari pendahulunya karena petualangan mereka sebagai pelaut
dibantu dengan penguasaan mereka terhadap ilmu perbintangan. Perpindahan ras
Deutero Melayu juga menggunakan jalur pelayaran laut. Sebagian dari ras Deutero
Melayu ada yang mencapai Kepulauan Jepang, bahkan kelak ada yang hingga sampai
Madagaskar. Kedatangan ras Deutero Melayu di Kepulauan Indonesia makin lama
semakin banyak. Mereka pun kemudian berpindah mencari tempat baru ke
hutan-hutan sebagai tempat hunian baru. Pada akhirnya Proto dan Deutero Melayu
membaur dan selanjutnya menjadi penduduk di Kepulauan Indonesia. Pada masa
selanjutnya mereka sulit untuk dibedakan. Proto Melayu meliputi penduduk di
Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara, serta Toraja di Sulawesi. Sementara itu,
semua penduduk di Kepulauan Indonesia, kecuali penduduk Papua dan yang tinggal
di sekitar pulau-pulau Papua, adalah ras Deutero Melayu.
3.
Melanesoid
Ras
lain yang juga terdapat di Kepulauan Indonesia adalah ras Melanesoid. Mereka
tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan
benua Australia. Di Kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua. Bersama dengan
Papua-Nugini dan Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka tergolong
rumpun Melanesoid. Menurut Daldjoeni suku bangsa Melanesoid sekitar 70% menetap
di Papua, sedangkan 30% lagi tinggal di beberapa kepulauan di sekitar Papua dan
Papua-Nugini. Pada mulanya kedatangan Bangsa Melanesoid di Papua berawal saat
zaman es terakhir, yaitu tahun 70.000 SM. Pada saat itu Kepulauan Indonesia
belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan maksimal, air
laut menjadi beku. Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan
permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru. Adanya
pulau-pulau itu memudahkan mahkluk hidup berpindah dari Asia menuju kawasan
Oseania. Bangsa Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua,
selanjutnya ke Benua Australia, yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang
terhubungan dengan Papua. Bangsa Melanesoid saat itu hingga mencapai 100 ribu
jiwa meliputi wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan
paleotikum. Pada saat masa es berakhir dan air laut mulai naik lagi pada tahun
5000 S.M, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah seperti yang dapat kita
lihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk mencapai 0,25 juta dan pada tahun
500 S.M. mencapai 0,5 jiwa. Asal mula bangsa Melanesia, yaitu Proto Melanesia
merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka adalah manusia Wajak yang tersebar
ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan
permukaan laut yang terjadi pada saat itu. Di Papua manusia Wajak hidup
berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai. Mereka hidup dengan
menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta akar-akaran, serta
berburu di hutan belukar. Tempat tinggal mereka berupa
perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahanbahan yang ringan. Rumah-rumah
itu sebenarnya hanya berupa kemah atau tadah angin, yang sering didirikan
menempel pada dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya
digunakan sebagai tempat untuk tidur dan berlindung, sedangkan aktifitas
lainnya dilakukan di luar rumah. Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh
bangsa Melayu. Mereka yang belum sempat mencapai kepulauan Papua melakukan
percampuran dengan ras baru itu. Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid
menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk
Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
4.
Negrito dan Weddid
Sebelum
kedatangan kelompok-kelompok Melayu tua dan muda, negeri kita sudah terlebih
dulu kemasukkan orang-orang Negrito dan
Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol karena yang mereka
jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok
Negrito itu bertalian darah dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika
serta kepulauan Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah
perpindahan mereka, belum banyak diketahui dengan pasti. Kelompok Weddid
terdiri atas orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga
nampak seperti berang; kulit mereka coklat tua dan tinggi rata-rata lelakinya
155 cm. Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau Ceylon
(Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Nusantara cukup luas, misalnya di
Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak (Sakai) dan di Sulawesi pojok tenggara
(Toala, Tokea dan Tomuna) Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad,
kemungkinan mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya
yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang Indonesia saat ini. Sekitar
170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia
(Melayu-Polinesia). Bahasa itu kemudian dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin,
yaitu Bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan
Sulawesi. Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan Bali.
Kelompok bahasa kedua itu mempunyai hubungan dengan bahasa Malagi di Madagaskar
dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa
penggunanya adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai
peradaban lebih maju. Di samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa
Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua dan bagian utara
Pulau Halmahera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar